Mengurus sertifikat halal tak lagi di Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kini, label halal untuk semua produk diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag). Merintis bisnis yang menghasilkan produk, berupa barang atau jasa tidak boleh sembarangan. Salah satunya wajib bersertifikasi halal. Ini adalah amanat Undang-undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Tertuang di Pasal 4 UU No. 33/2014. Bunyinya, “produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.”
Sebelum melakukan pendaftaran sertifikasi halal, perusahaan harus sudah menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang sesuai dengan regulasi pemerintah dan HAS 23000. Untuk penerapan SJH yang sesuai, perusahaan perlu memahami terlebih dahulu kriteria SJH yang dipersyaratkan dalam HAS 23000. HAS 23000 disusun berbasis tematik sesuai dengan proses bisnis perusahaan. Selain itu, perusahaan juga dapat mengikuti pelatihan SJH yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan SJH yang kompeten.
Pendaftaran sertifikasi halal diawali dengan pengajuan permohonan STTD ke BPJPH. Inforasi terkait pengajuan permohonan STTD dan dokumen yang dipersyaratkan oleh BPJPH dapat ditemukan dalam laman www.halal.go.id. Selanjutnya, perusahaan agar memilih LPPOM MUI untuk pemeriksaan kehalalan produk. Pendaftaran ke LPPOM MUI dilakukan secara online menggunakan sistem CEROL-SS23000 melalui website www.e-lppommui.org. Panduan prosedur pendaftaran sertifikasi halal di sistem CEROL-SS23000 dapat dilihat di sini. Di sistem online CEROL-SS23000, perusahaan perlu mengisi data registrasi, data fasilitas, data produk, data bahan, data matriks bahan vs produk, dan mengunggah sejumlah dokumen yang dipersyaratkan. Dokumen yang perlu diunggah oleh perusahaan untuk proses pemeriksaan kehalalan produk lebih lanjut adalah sebagai berikut:
a) Ketetapan Halal sebelumnya untuk kelompok produk yang sama (khusus registrasi pengembangan atau perpanjangan).
b) Manual SJH (khusus registrasi baru, pengembangan dengan status SJH B, atau perpanjangan).
c) Status/Sertifikat SJH terakhir (khusus registrasi pengembangan dan perpanjangan).
d) Diagram alir proses produksi untuk produk yang didaftarkan (untuk setiap jenis produk).
e) Pernyataan dari pemilik fasilitas produksi bahwa fasilitas produksi yang kontak langsung dengan bahan dan produk (termasuk peralatan pembantu) tidak digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk halal dan produk yang mengandung babi/turunannya atau jika pernah digunakan untuk memproduksi produk yang mengandung babi dan turunannya maka telah dilakukan pencucian 7 kali menggunakan air dan salah satunya dengan tanah, sabun, deterjen atau bahan kimia yang dapat menghilangkan bau dan warna najis.
f) Daftar alamat seluruh fasilitas produksi, termasuk pabrik maklon dan gudang bahan/produk intermediet. Khusus untuk restoran, fasilitas yang diinformasikan perlu mencakup kantor pusat, dapur eksternal, gudang eksternal, dan tempat makan/minum. Khusus untuk produk gelatin, jika bahan baku (kulit, tulang, kerongkongan, bone chips, dan/atau ossein) tidak bersertifikat halal, maka alamat seluruh pemasok bahan baku, juga harus dicantumkan.
g) Bukti diseminasi kebijakan halal.
h) Bukti kompetensi tim manajemen halal, seperti sertifikat penyelia halal, sertifikat pelatihan eksternal dan/atau bukti pelatihan internal (daftar kehadiran, materi pelatihan dan evaluasi pelatihan). Khusus registrasi pengembangan fasilitas, diperlukan bukti pelatihan internal di fasilitas baru tersebut.
i) Bukti pelaksanaan audit internal SJH.
j) Bukti ijin perusahaan seperti: NIB, Surat Izin Usaha Industri, Surat Izin Usaha Mikro dan Kecil, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), atau Surat Keterangan Keberadaan Sarana Produksi yang diterbitkan oleh perangkat daerah setempat (untuk perusahaan yang berlokasi di Indonesia).
k) Sertifikat atau bukti penerapan sistem mutu atau keamanan produk (bila ada), seperti sertifikat HACCP, GMP, FSSC 22000 untuk pangan, sertifikat laik hygiene sanitasi untuk restoran dan jasa boga, Cara Pembuatan Pangan yang Baik (CPPB), Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, dan sebagainya.
l) STTD dari BPJPH
Khusus untuk pendaftaran Rumah Potong Hewan, terdapat tambahan data yang diperlukan, sebagai berikut:
• Nama penyembelih
• Metode peyembelihan (manual atau mekanik)
• Metode stunning (tidak ada stunning/ada stunning mekanik atau elektrik)